Kamis, 20 Maret 2014

HARI INI AKU DIBANTAI PROFESOR




                                              
Saya berangkat kuliyah pagi ini dengan kemeja ungu paforit saya. Mata kuliyah yang pertama fiqh, dengan kitab bidayatul mujtahid.

Sebelum datang ke kelas kami dituntut untuk membaca kitab itu terlebih dahulu, mata kuliyah fiqh perbandingan majhab ini pelajaran yang berat, bahasa yang dipakai oleh sang maestro bidayatul mujtahid juga susah dipahami. Profesor yang mengajari kamipun mengakui, butuh waktu bertahun - tahun agar paham apa maksud dan bagaimana Ibnu Rusyd menulis kitab itu.

Profesor fiqh yang mengajar kami selama bertahun - tahun di LIPIA, di semester akhir ini memakai gaya mengajar yang berbeda, kalau semester - semester awal, beliau hanya calm down saja, santai tapi tetap mengasyikan. kalau ada yang dilihat tidur,  beliau hanya akan menegur sambil tersenyum,
نحن نأكل رمبوة و أنت تنام أي عقل هذا
" kita sedang memakan buah rambutan yang manis, dan kamu tidur!!"

Bagi beliau mempelajari kitab bidayatul mujtahid itu sangat nikmat dan manis, seperti memakan buah rambutaى. Ustad heran kalau ada yang tertidur ketika belajar dan menikmati rambutan. Itu sindiran halus kalau tidur di kelas itu tidak punya otak. Beliau juga mengajar dengan metode muhadhoroh, hanya membaca kitab kemudian menjelaskan, disediakan sedikit waktu kalau ada yang ingin bertanya. Itu dulu, Setiap mahasiswa merasa aman dengan cara beliau mengajar. tanpa ada yang khawatir akan dipermalukan.

Tapi kini,,,,,,

Di semester akhir, beliau tiba - tiba berubah menjadi 'killer'. 180 derajat berubah. Setiap mahasiswa harus siap ditanya apa maksud perkataan Ibnu Rusyd. Tidak ada ruang dan tempat bagi pemalas di semester akhir.

Teman – teman yang lebih dulu ditunjuk untuk maju menjelaskan atau hanya sekedar menjawab pertanyaan beliau menjadi korban ‘pembantaian’. Mati kutu, malu, diam seribu bahasa tidak mampu berkata – berkata untuk mejawab dan menjelaskan isi kitab. Sekali lagi kawan, kitab itu memang susah. Untuk teman yang sperti itu, Ustad kami yang dari Mesir berkata,

“ qowwi nafsaka, wa hassin mustawaaka, liannaka dho’iif”

Perbaiki dirimu, dan tingkatkan kemampuanmu, karena pemahamanmu sangat lemah. Luar biasa bukan bagaimana malunya kita di depan kelas yang disaksikan akhwat.

Ada lagi teman yang tidur, ketika ditunjuk ke depan dia hanya tersenyum tidak mampu menjawab. Sudah pasti suara tawa dari teman – teman dibelakang sangat keras, karena mendapat kata nasihat yang pedas dari Ustad dengan kata beliau,

“ ya jahuul”

Wahai orang bodoh! Kamipun tertawa mendengarnya. Tawa kami itu bukan tawa penghinaan untuk teman yang tidak bisa menjawab, kami  sadar, pertanyaan dari Ustad sangat susah. Karena professor menanyakan sesuatu yang seharusnya beliau sendiri yang menjelaskan maksud perkataan Ibnu Rusyd.

Di lain waktu beliau berkata pada teman yang mati kutu ketika ditunjuk,

“ ya agbiya’.” Wahai orang – orang ideot.

“ ya majnuun” kamu gila!. Diiringi dengan canda dan tawa beliau. Tawa kami di belakang lebih keras.

Nah,, tiba giliranku pagi ini, telinga kaget, jantung dag dig dug berdetak keras, hari pembantaianku datang juga menghampiri, aduhh,,, kataku dalam hati.

“ ayna toolib,, abdul manan al siyah abdul mu’in. “

Teman – teman tertawa mendengar nama saya dipanggil, tawa mereka akan lebih keras lagi setelah nanti saya di depan dengan mike.

Saya angkat tangan, “ hadir ya ustad”

“ ta’al ya abdal manan, laa narooka munju qodiimin jamaan, anta tahktafii fil waroo’.”

Maju, kedepan saya baru kali ini melihatmu, kamu nyaman bersembunyi duduk di belakang. Ada teman yang berceloteh ketika saya maju. ‘ tolib jadi’ mahasiswa baru,

“hahaha… “ tawa mereka.

“ kamu jelaskan apa maksud kata Ibnu Rusyd’ beliau kemudian membacakan isinya, mata saya sibuk mencari paragraph yang dibaca, dalam hati saya berkata,” saya tau bagaimana akhir cerita ini”

Saya diam, mati kutu, diam tidak mampu berkata, bingung tidak bisa menjawab. Hanya diam, sekali lagi diam mati kutu. Duhh,,, sangat memalukan.

“ takallam wa laa tkhof,” ayo bicara jangan takut,

Saya masih diam tidak mampu mengeluarkan satu katapun, tangan sedikit gemetar. Seakan setiap orang di bumi siap – siap memberikan serang mematikan pada saya.

“ limaaja taskut, anta tudoyi’ul wakt” kenapa kamu diam, kamu menyia – nyiakan waktu saya.” Kata professor keras.

Saya masih diam tidak mengeluarkan satu katapun.

“ nahnu nantajiruka hatta tatakallam” kami akan menunggu kamu sampai kamu bisa menjawab dan bicara. Kata Ustad, bahkan saya tidak mampu memandang wajahnya.

Kemdian beliau mengeluarkan guyonan hasnya, dengan bahasa Indonesia yang dia pelajari, Ustad dari al Azhar itu berkata,

“ mas kamu sedang pacaran???” kamu tidak punya otak?”

“ hahahahahah…. “ tawa di belakang begitu keras, mereka bahagia melihat penderitaan saya.

Beliau menjatuhkan bom atom yang meluluhlantakan pertahanan saya. Hancur, gelak tawa teman – teman menggelegar keras.

Saya berharap bel berbunyi agar selamat dari pembantaian ini. Sukurlah bel akhirnya berbunyi, ada kelegaan. Rasa malu yang luar biasa. Tapi saya sudah biasa menghadapi keadaan kikuk sperti itu,

“ anta dhoiif, sa nasaluka marratan ukhro” kamu itu lemah, nanti saya akan menguji kamu lagi.” Kata Ustad.

Sayapun kembali ke belakang. Ada wajah – wajah yang tertawa di belakang. Celetuk mereka tidak habis,

“ pacaran” kata mereka sambil tertawa mengejek.

Inilah suasan kelas, teman - teman berharap akan ada lagi yang dibantai seperti saya, mereka juga was was takut dipanggil ke depan.

Sudahlah, ini nasib hari ini. Sedikitpun saya tidak tersinggung. Hanya malu saja. Malu.
Saya juga sadar, nanati ketika mengajar dan memiliki banyak murid, saya tidak akan pernah memeprmalukan anak didik saya. Saya akan memberikan murid – murid senyum yang hangat tanpa rasa malu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar