Minggu, 23 Maret 2014

sepasang burung di atas atap sekolah.

Aku duduk di kamar, melihat lewat jendela sepasang burung di atas genteng. Sang jantan berusaha mencuri hati betina dengan nyanyian dan anggukan kepala. Aku intip dari kamar kecil si jantan tampak tidak menyerah atas kekerasan hati betina, dia cuek tidak peduli.

Di atas genteng atap sekolah, hilir mudik sang jantan tanpa lelah berusaha mendapatkan betina di depan matanya. Ah,, si jantan membuatku cemburu dan iri, seandainya pendirianku sekuat jantan itu, mungkin aku bisa menaklukan sang gadis yang aku idamkan. Seandainya mentalku sepongah burung tekukur itu, mungkin aku tidak perlu bersedih ketika patah hati. Malah aku bernyanyi dan tertawa, terbang di atas langit.

Si betina masih acuh dengan aksi jantan tekukur itu, dari jauh aku tidak bisa mendengar nyanyian gombalnya, tapi pikirku liar, si jantan mungkin hanya ingin menikmati kecantikan betina itu, atau dia hanya burung kesepian tanpa kekasih.

Sesekali si jantan tekukur itu terbang di atas betina yang belum bisa dia taklukan. " tidakah kau lihat, bagaimana gagahnya aku ini," mungkin itu kata si jantan.

" aku tidak membutuhkan kegagahanmu."
" apa yang kamu inginkan?" jawab si jantan penasaran.
" kepastian dan kesetiaan." jawab betina dingin.
" bukankah itu ada dalam diriku." gombal si jantan dengan kepakan sayap yang gagah.
" kalau begitu tunjukanlah."

Kini sepasang burung itu hanya diam, tidak berkata apa - apa. Si jantan tekukur mencoba melihat mata burung cantik yang ada di depanya. Matanya sayu, ada luka di sana. Sang jantan akhirnya faham. Dia telah banyak mendapat luka dari burung - burung yang lain.

Kemudian dengan nyanyian yang indah dan yakin,

" aku bisa membahagiakanmu."

dari jendela ini aku lihat, mereka terbang, setelah si jantan mencumbunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar